Minggu, 19 Januari 2014

Karya Rinaras Ambuka Budi Gapura Mangesthi Aruming Bawana



Lagi kangen mbkq..hehehe..jadi pengen ngupload foto ini.
Ngomong-ngomong q uda kuliah 5 semester ini, kok baru kepikiran lagi "Karya Rinaras Ambuka Budi Gapura Mangesthi Aruming Bawana" di bawah tulisan "Universitas Jember" itu tadi, artinya apa ya? Hehehe
Penasaran, jadi searching di embah Google bahwasannya apa yang saya cari itu, "Ga Ketemu" huahuahua.

Begindang, eh maksudnya begini. Adanya cuma per-kata. Yang kurang lebih, kalau gak salah, dan insyaAllah bener, yaitu sbb:

Karya: perbuatan yang menciptakan hasil, 
Rinaras: Menyelaraskan, atau serasi, selaras, 
Ambuka: membuka, 
Budi: Pemikiran
Gapura: gerbang,
Mangesthi: Menuju, bertekad, mengusahakan
Aruming: Mengharumkan, harum
Bawana: Dunia

Jadi kalau dijadikan satu kira-kira, menurut anda apa artinya?^_^

:::: Oh ya, Correct Me If I’m Wrong. (CMIIW) J

Cerpen Oh cerpen

Cerpen,
Yang terlintas di benakku langsung kepanjangan dari ‘cerpen’ itu tadi, yaitu ‘Cerita Pendek’. Cerpen emang sudah diajarkan di pelajaran bahasa Indonesia sejak SD (seingetku sih gitu). Nah, tapi awal mula aku tertarik sama yang namanya CERPEN itu tadi, baru ketika aku SMP dulu. Dulu, aku punya teman sekelas yang hobinya sama denganku: baca komik. Dari baca komik itu tadi, temanku (Sebut saja namanya Ina) suka iseng-iseng (tapi serius) bikin cerita yang ditulis dibukunya yang kadang digambar-gambarin juga buat ilustrasinya. Bukan cerpen namanya, tapi cerbung alias cerita bersambung. Yah, karena dia selalu bikin cerita yang dinantikan kelanjutannya di keesokan harinya. Iseng-iseng aku ikut-ikut dia, bikin cerbung. Eh, rupa-rupanya, aku gak ahli banget bikin cerbung. Lantas? Menyerah, asli capek. Gak dapet inspirasi.
Suatu hari, ada pelajaran bahasa Indonesia. Pas kebetulan lagi bahas cerpen, nah disuruh bikin cerpen tuh sama bu gurunya. Yaudah, kubikin. Ternyata seru. Kayaknya emang aku ga bakat di cerbung, tapi kalo masalah cerpen sih aku juga ga terlalu yakin. Hanya saja, menurutku membuat cerpen lebih gampang daripada membuat cerbung.
Suatu hari (lagi) bu guru itu (sebut aja namanya bu nining) ngajakin buat ikutan lomba cerpen, ngewakilin sekolah gitu, Lomba bulan bahasa ato apalah namanya, aku udah lupa. Ikutan deh akunya. Dulu kubuat cerpen judulnya “Bintang”. Tapi terus kuganti jadi “Arti Sebuah Persahabatan” yang akhirnya (Alhamdulillah) dapet juara satu :D (horeeee). Hihihi
Tapi aku berhenti disitu. Yah, karena ada pelajaran lain yang lebih penting. Aku ga nulis lagi. Baru pas SMA ditawarin bikin cerpen sama guru (lagi-lagi). Katanya sih kalo lolos bisa diterbitin. Lumayan banyak lah cerpenku waktu itu. Ada lebih dari sepuluh judul cerpen (beserta isi cerpennya lho) di dalam buku itu. Dan satu hal yang perlu dihgarisbawahi di-tu-lis ta-ngan. Alias manual, bukan ketik computer. Berkeriting-keriting tuh jariku bikinnya. Nah, sampai sekarang aku ga tau kabarnya cerpenku semua yang kukasihkan itu. Mungkin gak lulus, ato apalah, aku juga gak tahu. Yang jelas, kuikhlaskan kumpulan cerpen-cerpenku semua itu tadi. (HIKS!!!).
Habis itu aku down. Males nulis lagi. Apalagi mulai lulus SMA, terus ngurusin kuliahku. Sibuk banget, jadi uda jarang-jarang mikirin nasib cerpenku. (perlu digarisbawahi “jarang-jarang” mikirin. Bukan berarti kaga kepikiran). Sedih, iya. Kecewa, dikit. Males, iya. Capek, iya. Dan sekarang? Yah, biarpun sekedar iseng kucoba bikin cerpen lagi. Ga sebagus dulu sih. Kuakui kemampuan bikin cerpenku lebih bagus dulu. Inspirasi ngalir begitu aja, gak kayak sekarang. Well, mulai dari awal lagi. Gak apa-apa, yang penting semangat bikin cerpen! Semangat memulai! Semangat dah pokoknya.
Sudah lama pingin banget bikin blog yang isinya kumpulan cerpenku yang dari jaman dahulu kala. Tapi apa boleh buat, kumpulan cerpen lawasku udah menghilang semua gara-gara laptop lamaku yang hang n ga bisa dipakai lagi (sedih L) akhirnya sekarang bikin cerpen-cerpen dari awal..:(

Ah sudahlah, meskipun masih belajar, masih membangun semangat lagi, nyari inspirasi lagi, tapi harus tetep semangat bikinnya…belajar..terus belajar….^_^

Sabtu, 18 Januari 2014

Jika Kau Sahabatku

Kriiiiing!!!
Bel tanda istirahat berbunyi. Muri-murid berhamburan keluar kelas. Ada yang menuju kantin, ada yang menuju perpustakaan, ada pula yang menuju musholla. Amel hendak menuju keluar kelas ketika seseorang menarik tangannya. Amel menoleh, dilihatnya Lia yang kini ada dihadapannya.
“ Ada apa Li?”
“ Mau kemana kamu? Sini aja, temani kita di kelas” Kata Lia
“ Lho, gak ke kantin?” tanya Amel
“ Lagi mual. Sini, kita kumpul aja. Temani aku, bareng Desi dan Gina juga.”
Lia menggandeng Amel. Menariknya agar ikut Lia menuju bangku tempat meraka berkumpul. Sudah ada Gina dan Desi disana. Seperti biasa, Desi sibuk dengan handphonenya. Pasti sedang facebook-an atau chatting dengan pacarnya. Sedangkan Gina juga seperti biasa, membaca buku pelajaran dan memberi garis dengan stabilo warna kuning di setiap kosakata yang dianggapnya penting.
Lia duduk di sebelah Gina. Amel menuju bangku yang ada di sebelah Desi. Mereka sengaja mengatur bangku agar dapat duduk berhadapan berempat.
“ Gak ada yang laper ya? Gak ada cemilan gak seru nih” kata Gina sambil membalik lembaran bukunya.
Gina memang rajin. Diantara kami berempat, Gina pula yang paling pintar. Berulang kali kami selamat dari ujian yang mengerikan. Dibalik itu semua Gina-lah penyelamat kami. Gina yang selalu gigih mengajari walaupun kami enggan.
“ Ini ceritanya, kita diminta menghormati Lia yang lagi mual. Kenapa sih kamu? Telat makan? Maag-mu kambuh?” seloroh Desi.
Mata Desi tetap memandangi layar handphone-nya. Seolah-olah ia bisa ketinggalan berita penting jika pandangannya beralih ke tempat lain. Diantara kami berempat, Desi yang paling ‘canggih’ dan ‘update’. Desi yang paling keren dan gaul.
“ Lagi badmood nih. Ah, sebel banget hari ini” kata Lia.
Lia adalah cewek paling cantik diantara kami berempat. Matanya yang berbinar-binar, kulitnya yang bersih, senyumannya yang manis, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum adam di sekolah ini. dan diantara kami berempat, Amel hanya bisa merendahkan diri. Amel bukan siapa-siapa tanpa mereka. Amel sangat menyayangi teman-temannya, terutama Lia. Lia yang selalu baik padanya dan yang paling baik diantara semuanya.
“ Ada masalah apa memangnya, Li?” tanya Amel penasaran.
“ Ah, ngga ada apa-apa kok. Cuma lagi sebel kalau ada penghianat” sahut Lia.
“ Apa maksudnya Li? Cerita dong” kata Desi sambil memainkan kedua alisnya.
Gina melihat kami berempat. Lalu menutup bukunya. Ia menyandarkan diri di kursinya lalu bersedekap. Seakan tahu, ada sesuatu yang serius. Sesuatu yang tidak biasa.
“ Hahaha. Gimana kalau langsung aja cerita ya? To the point, gitu?” kata Lia dengan mimik muka tidak enak.
Dari awal, Amel sudah merasa. Ada yang tidak beres. Ada yang tidak biasa.
“ Ada apa sih? Langsung cerita aja Lia” kata Amel
“ Oke, langsung aja ya” Kata Lia sambil tersenyum. “Kamu kenal mas David kan? Pacar aku. Kakak kelas kita di XII IPA 3?” tanyanya pada Amel.
“ Iya, tahu. Terus kenapa? Dan kenapa kamu hanya tanya padaku?” Amel tak mengerti.
“ Ngapain kemarin kamu ketemuan dengan mas David? Diam-diam dibelakangku?”
Jlebb. Darimana Lia tahu? David memang meminta Amel untuk bertemu. Tapi itupun tidak ada maksud apa-apa. Toh, yang mereka perbincangkan adalah Lia.
“ Ngga ada apa-apa Lia. Dia yang minta aku ketemuan” Amel mulai gugup.
“ Kamu itu sahabatku Mel. Teganya kamu berbuat seperti ini?”
“ Tapi Li. Beneran gak ada apa-apa!” kata Amel bersungguh-sungguh.
“ Harusnya nih Mel, meskipun kamu diajak ya jangan mau. Gimana sih kamu ini” kata Desi sambil tersenyum sinis.
Amel berbisik lirih dalam hati. Seperti inikah yang mereka sebut sahabat? Tahukan mereka rasanya terpojok seperti ini? Saat perkataan apapun tak sanggup menjelaskan kebenaran yang ada?
“ Sudah biasa buatku, kalau pacarku diambil orang. Tapi aku gak nyangka Mel. Kenapa harus kamu? Orang yang paling kupercaya?” kata Lia sambil mengusap air matanya yang menetes membasahi pipinya.
“ Maafin aku Li, karena memang kemarin aku bertemu dengan mas David. Tapi sungguh Li, aku gak bermaksud seperti itu. Mana mungkin aku mengambil pacar sahabatku Li? Kamu salah faham Li.” Amel berbicara sambil sesenggukan.
“ Ah sudahlah. Kalau gak salah, ngapain minta maaf?” kata Lia sambil bangkit dari tempat duduknya.
Lia pergi meninggalkan kelas. Hanya tersisa Gina, Amel, dan Desi di ruangan itu. Amel menangis sesenggukan. Sungguh, Amel tidak mau kehilangan sahabatnya hanya karena kesalahfahaman ini. David memang mengajaknya bertemu. David langsung menuju rumah Amel kemarin. Tapi hanya bertamu biasa. Tak ada apa-apa. Amel juga tidak mengerti mengapa kemarin David ingin sekali bertemu dengannya dan membicarakan hal-hal yang tidak penting.
“ Dasar penghianat” Kata Desi sambil bangkit dari tempat duduknya.
Desi menatap benci kepada Amel. Lalu pergi meninggalkan kelas, mengejar Lia yang terlebih dahulu pergi. Amel hanya tertunduk lesu, sambil mengusap air matanya yang tak mau berhenti menetes. Tak lama kemudian Gina berdiri dari kursinya.
“ Na, kamu juga mau pergi?” tanya Amel.
Gina tersenyum. Lalu mendekati Amel dan duduk di sampingnya. Gina lalu memeluk Amel.
“ Mel, kamu kan kenal baik dengan Lia. Kamu tahu orang seperti apa Lia. Lia paling gak suka kalau ada yang dekat dengan dengan pacarnya, seujung kuku-pun. Lia itu mudah cemburu. Ngerti kan?” kata Gina sambil mengelus kepala Amel.
“ Iya Na, aku ngerti. Tapi aku gak tahu kalau sampai seperti ini akibatnya. Padahal aku beneran gak ada apa-apa dengan mas David, Na. Sungguh.”
“ Aku tahu Mel. Aku ngerti, kamu gak ngelakuin apa-apa. Tapi memang seperti itulah Lia. Kamu sudah minta maaf kan? Sekarang kamu tenangin diri kamu ya. Sebentar lagi bel masuk bunyi, masih ada dua mata pelajaran sebelum pulang. Kamu kuatin diri. Santai aja, tetap duduk di samping Lia. Seperti gak ada apa-apa. Oke?” kata Gina.
Amel mengangguk pelan.
Bel masuk berbunyi.Gina melapaskan pelukannya lalu kembali ke tempat duduknya. Semua siswa di kelas itu sudah masuk, kecuali Desi dan Lia. Amel melihat ke arah Gina. Gina tersenyum sambil berbisik “gak apa-apa Mel”.
Tak lama kemudian Desi dan Lia masuk. Tak seperti biasa, Lia duduk dengan Gina dan Desi duduk dengan Amel.
“ Lia lagi males duduk dengan kamu katanya. Ah, sebenernya aku juga males duduk dengan penghianat” kata Desi
Sungguh, teganya Desi memojokkan dirinya lagi. Apakah selama ini bagi Desi teman yang ia anggap hanya Lia saja? Apakah selama ini Desi sebenarnya enggan berteman dengan Amel?Mengapa Amel merasa sedari dulu memang tak pernah begitu akrab dengan Desi meskipun mereka sering pergi bersama-sama?
“ Des, aku salah apa sih sama kamu? Sampai seperti ini sikapmu padaku?”
“ Salahmu? Salahmu ya menghanati sahabatku.”
“ Lantas? Apa aku tak termasuk sahabatmu?”
“ Penghianat tak termasuk hitungan” sahut Desi sinis
Ya Tuhan. Sehina itukah aku? Mungkin aku salah karena mau diajak bertemu dengan mas David, tapi bukankah David juga salah karena telah mengajakku bertemu? Mengapa aku harus menjadi orang paling berdosa diantara mereka? Gumam Amel dalam hati.
Saat ini yang paling diinginkan Amel adalah pelajaran lekas berganti lalu bel pulang segera berbunyi. Amel ingin segera pulang dan mengunci diri di kamarnya. Menangis sepuas-puasnya.
90 menit berlalu, bel sekolah berbunyi. Tanda pergantian pelajaran. Sebentar lagi guru fisika mereka yaitu Pak Hari akan memasuki kelas. Tiba-tiba Desi berdiri dan membawa bukunya. Ia lalu duduk dengan Sony, di bangku paling belakang. Sejak pelajaran fisika mulai, Desi duduk di sana. Sepertinya sampai pelajaran selesai dan bel pulang sekolah berbunyi. Murid di kelas kami ada 31 orang. jadi wajar bila ada satu orang yang duduk sendirian, yaitu Sony. Tapi sepertinya mulai hari ini, orang yang duduk sendirian bukan Sony lagi. Kini orang yang duduk sendirian adalah Amel.
Jam pelajaran usai. Bel sekolah berbunyi, tanda pelajaran sekolah hari ini telah usai. Semua murid mengemasi barang-barangnya lalu berdoa sebelum pulang.
Murid-murid keluar dari kelas setelah Pak Hari keluar dari kelas. Lia, Gina, dan Desi berjalan beriringan. Sesekali Gina menoleh kebelakang, menatap Amel yang berjalan dibelakang, lalu berhenti berjalan. Kemudian Desi menarik tangannya. Mengajak Gina untuk tak memperdulikan Amel.
Amel berjalan lesu. Ia ingin segera pulang. Ia telah sampai digerbang sekolah, mencari-cari abang tukang becak yang biasanya menjemputnya. Tiba-tiba seseorang menarik tangannya, menariknya untuk masuk lagi ke halaman sekolah.
“ Apa-apaan sih? Siapa kamu?! Kenapa sih orang-orang sibuk banget narik-narik tanganku hari ini?” Amel berteriak sebal.
“ Amel, kok marah-marah sih? Ada apa?” tanya David, orang yang menariknya barusan.
“ Mas David? Ada apa? Aku gak mau bertemu dengan kamu lagi mas. Sudah cukup kamarin aja. Gara-gara itu saja aku sudah kehilangan sahabatku!” Ujar Amel dengan nada tinggi.
“ Kenapa? Lia cemburu denganmu? Heh, dengar ya Amel. Kalau mereka mengaku sahabatmu, meraka gak akan ninggalin kamu atas kesalahan yang gak kamu perbuat.”
“ Udah deh, aku gak mau dengar lagi. Aku mau pulang” kata Amel sambil beranjak pergi.
Ketika Amel memutar balik badannya untuk pergi, dilihatnya Lia, Desi, dan Gina berdiri di depannya.
Prok prok prok. Lia bertepuk tangan.
“ So sweet. Kanapa kalian gak jadian aja ya?” kata Lia.
“ Kamu mengulangi kesalahan yang sama Mel? Gak tahu malu. Gak punya perasaan”, kata Desi
Lagi-lagi Lia salah faham. Lagi-lagi Desi memojokkannya. Dan lagi-lagi Gina hanya bisa diam.
Amel tak tahu harus berbuat apa. Ia hanya menangis. Hari ini sangat melelahkan baginya. Sungguh ia ingin hari ini cepat berlalu. Amel sudah lelah.
“ Li, ini gak seperti yang kamu banyangkan. Sungguh Li, gak ada apa-apa” kata Amel
“ Ah, lagi-lagi kamu bilang begitu. Aku gak percaya lagi sama kamu Mel. Dan kamu mas David, pacar macam apa kamu ini yang tega berselingkuh dengan sahabatku?” kata Lia.
“ Aku gak ngelakuin apa-apa kok. Dia yang memintaku untuk datang ke rumahnya kemarin, dan hari ini juga.” Kata David
Amel tercengang. Apa maksud ini semua? Ada apa dengan David? Mengapa ia meluncurkan kata-kata fitnah itu dihadapan banyak orang?
“Hahahaha. Ya Tuhaaan. Cocok ya kalian berdua, gak ada yang bisa dipercaya!” kata Lia dengan nada tinggi.
Gina mengusap-usap bahu Lia.
“ Sabar Lia, sabar”, kata Gina
“ Gimana bisa sabar? Harusnya dia bisa belajar dari kesalahannya! Dia sahabatku, Na. tega-teganya berbuat begini!!”
“ Apa sih salahku? Sudah kujelaskan semuanya Lia. Kamu salah faham. Dan kata-kata dari mas David itu semua bohong!” Kata Amel.
“ Kamu gak tahu salahmu apa Mel? Kamu gak tahu? Ya ampun” kata Desi.
Gina mendekati Amel yang tak mampu membendung airmatanya yang mengalir sangat deras. Gina memeluk Amel, membelakangi Lia, David, dan Desi.
“ Amel, sabar ya. Kuberitahu, sebenarnya kamu gak salah. Yah, hanya seja, kenapa sih hari ini kamu ulang tahun?” kata Gina
“ Hah? Maksudnya?”
Ceplok!
Sesuatu yang basah, berlendir dan berbau amis berhasil mendarat dengan manis di kepala Amel. Amel melapaskan pelukan Gina. Gina tertawa lalu berlari menjauh.
“Selamat hari lahir sayaaang” kata Lia dan Desi yang telah memberi telur mata sapi mentah di kepala Amel.
David menghampiri Amel lalu memegangi Amel agar tidak lari. Lia dan Desi sibuk melempari Amel dengan tepung. Amel meronta, lalu melepaskan diri. David, Lia, dan Desi berlari menjauhi Amel. Mereka berkejar-kejaran di halaman sekolah, disaksikan murid-murid yang sedang ekskul.
“Kaliaaaaan awaaaaas yaaaaaaaa” teriak Amel.
Tak lama kemudian Gina tergopoh-gopoh berlari, datang dengan sebuah kue tart kecil ditangannya. Gina tersenyum senang.
“Hey sudah-sudah, ayo ditiup lilinnya”
“Terimakasih teman-teman. Kalian sangat berarti buatku” kata Amel
Amel, Lia, Desi, dan Gina berpelukan. Amel mangusap air matanya, kali ini air mata haru.
Hari ini hari yang sangat melelahkan. Tangis dan tawa manghiasi hari ini. Tak terasa hari mulai sore, mereka harus pulang sebelum orang tua mereka mengomel lagi karena anaknya pulang terlambat.
Ceplok! Sesuatu mendarat di kepala Amel. Lagi-lagi.
“Ups, sori. Telur terakhir. Hahahaaha.” Kata Gina sambil berlari menjauhi Amel.
“Ginaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!”


Lara

Hatiku lara. Derai tangis dalam diam, menemani kesunyian malam itu. Tak ada yang mendengar, hanya semilir angin malam menjadi saksi bisu atas semua penyesalan. Entah apa yang kusesali. Mungkin apa yang seharusnya kuhentikan dari dulu atau apa yang seharusnya kepertegas sedari dulu, itu semua yang ada dipikiranku saat itu. Mungkin suatu saat aku akan memahami, bahwa ada hikmah dibalik ini semua. Ya, pasti.
Namun sekuat apapun aku berusaha, setegar apapun aku mencoba, yang kudapati hanyalah sebuah kepalsuan belaka.
Lara. Kebohongan demi kebohongan yang kulakukan hanya untuk menunjukkan bahwa aku baik-baik saja. Sebuah senyum yang palsu dan kaku karena dipaksakan. Sebuah tawa dan canda dari lidahku yang sebenarnya kelu. Sekian banyak orang yang berada di dekatku, tapi hatiku serasa sunyi. Senyap.
Lara. Sekian banyak orang yang percaya bahwa aku baik-baik saja. Aku bahagia. Ya, sandiwaraku memang selalu berhasil meskipun aku tak mampu membohongi diriku sendiri.
Lara. Entah mengapa rasa sakit itu terus menerus mendera. Apa yang kulihat dan kudengar tentangnya, membuatku merasa dihujam oleh ribuan bambu runcing. Tapi kau tak perlu memahami dan tak perlu mangerti keadaanku. Mungkin memang diriku sendiri yang membuat semuanya menjadi seperti ini. Mungkin aku terlalu tenggelam dalam masa lalu?
Tidak. Aku bukanlah orang yang hidup di masa lalu. Aku hidup di masa ini, dan masa yang akan datang. Kuharap kaupun begitu. Tak ada yang perlu dipersalahkan dan tak ada yang perlu dimaafkan, karena memang tak ada yang salah.
Kulanjutkan hidupku. Kusambut awal hariku. Kubuka lembaran baruku. Masih ada ratusan lembar kertas putih di hadapanku yang belum kulukis. Masih banyak awan yang akan mengiringi perjalananku. Masih ada saat-saat pagi yang indah untuk disyukuri, dan saat matahari tenggelam untuk dinikmati. Masih banyak kesempatan untuk berada di pelabuhan yang tepat. Dan saat itu terjadi, ku harap itu yang terakhir. Saat ku berada di pelabuhan terakhirku, kuharap engkaupun berbahagia di tempatmu berada. Kuharap kita masih bisa menikmati pagi yang cerah dan matahari yang tenggelam yang sama di setiap harinya. Ataupun mungkin kita akan menikmatinya di tempat yang berbeda.